Loading 0%

Apa itu Scarcity? Bagaimana Scarcity Mempengaruhi Psikologi Konsumen dalam Marketing?

  .... Views
 579 words  3 min
Apa itu Scarcity? Bagaimana Scarcity Mempengaruhi Psikologi Konsumen dalam Marketing?

Pada sesi kali ini, kita akan menyelami lebih dalam psikologi konsumen, sebuah topik menarik yang dirancang khusus bagi Anda—pelaku usaha, pebisnis, mahasiswa, dan siapa pun yang tertarik dengan bidang ini. Di sini, kita akan memahami: Apa itu scarcity? Mengapa konsep ini penting bagi kelangsungan bisnis? Dan bagaimana penerapannya dalam psikologi marketing?

" Ketika kita kehilangan kesempatan, kita cenderung lebih termotivasi untuk bertindak. "

- Sean Ellise, Growth Hacking

Scarcity (kelangkaan) merupakan sebuah strategi dalam penjualan yang memanfaatkan keterbatasan stok atau waktu untuk memicu rasa urgensi pada konsumen. Strategi ini bekerja dengan menimbulkan rasa takut akan kehilangan kesempatan (fear of missing out atau FOMO), sehingga mendorong konsumen untuk segera mengambil keputusan pembelian.

Pernyataan tersebut sejalan dengan teori Loss Aversion yang dikemukakan oleh Daniel Kahneman dan Amos Tversky dalam teori prospek (Prospect Theory). Mereka menemukan bahwa manusia cenderung lebih takut mengalami kerugian dibandingkan dengan mendapatkan keuntungan dalam jumlah yang sama.

Dalam konteks scarcity dalam marketing, prinsip ini dimanfaatkan dengan menciptakan kesan bahwa jika konsumen tidak segera bertindak, mereka akan kehilangan kesempatan berharga. Hal ini sering digunakan dalam strategi pemasaran seperti :

  • Promosi Terbatas
scarcity
  • Stok yang Hampir Habis scarcity

Metode ini sering dilakukan untuk mempercepat penjualan dengan menciptakan rasa urgensi dan eksklusivitas, sehingga mendorong konsumen untuk segera mengambil keputusan pembelian sebelum kesempatan tersebut hilang.

Eksperimen Worchel, Lee, dan Adewole

scarcity

Dalam sebuah penelitian, Worchel dan rekan-rekannya menguji bagaimana kelangkaan memengaruhi pandangan orang terhadap penghargaan. Mereka menggunakan dua toples kaca berisi biskuit: satu toples penuh berisi sepuluh biskuit, dan toples lainnya hanya berisi dua biskuit.

Pada percobaan tersebut, para peserta diminta untuk menilai nilai atau daya tarik biskuit di dalam kedua toples kaca. Hasil penelitian menunjukkan bahwa biskuit yang terdapat dalam toples dengan jumlah lebih sedikit (hanya 2 biskuit) dianggap lebih berharga dan lebih diinginkan dibandingkan dengan biskuit dalam toples yang berisi 10 biskuit.

Percobaan kedua pun dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana pandangan partisipan berubah ketika jumlah biskuit yang mereka miliki berkurang atau bertambah. Seperti sebelumnya, partisipan dibagi ke dalam dua kelompok: satu kelompok mendapatkan toples berisi 10 biskuit, sementara kelompok lainnya mendapatkan toples dengan hanya 2 biskuit.

scarcity scarcity

Dalam percobaan ini, kelompok yang awalnya memiliki 2 biskuit diberikan tambahan 8 biskuit, sehingga jumlahnya menjadi 10. Sebaliknya, kelompok yang awalnya memiliki 10 biskuit kemudian dikurangi sebanyak 8 biskuit, sehingga hanya tersisa 2 biskuit. Hasil percobaan ini tetap menunjukkan kesimpulan yang sama dengan eksperimen sebelumnya.** Partisipan yang toplesnya hanya menyisakan 2 biskuit menilai biskuit tersebut lebih berharga dibandingkan dengan partisipan yang toplesnya ditambahkan hingga berisi 10 biskuit, yang cenderung menganggapnya kurang bernilai.**

Pada eksperimen tersebut, kita dapat menarik kesimpulan bahwa scarcity atau kelangkaan menciptakan persepsi nilai yang lebih tinggi pada suatu produk, sehingga konsumen cenderung merasa takut kehilangan kesempatan untuk memilikinya. Sebaliknya, ketika sesuatu yang awalnya langka menjadi melimpah, nilai persepsi terhadap produk tersebut cenderung menurun bahkan merasa kurang bernilai. Hal ini menunjukkan bahwa kelangkaan dapat menjadi strategi yang efektif dalam pemasaran untuk meningkatkan daya tarik dan urgensi pembelian suatu produk.

Rekomendasi Bisnis

Metode scarcity merupakan strategi yang sering digunakan dalam bidang marketing untuk meningkatkan pembelian dengan memanfaatkan ketakutan konsumen akan ketinggalan atau kehilangan kesempatan (fear of missing out). Metode ini sangat efektif jika produk atau promo Anda benar-benar terbatas dan hampir habis, sehingga konsumen terdorong untuk segera membelinya.

Namun, saya tidak menyarankan penggunaan teknik ini untuk memanipulasi konsumen, misalnya dengan mengklaim bahwa stok produk hampir habis padahal sebenarnya melimpah. Tindakan semacam ini dapat merusak kepercayaan pelanggan dalam jangka panjang. Nir Eyal, dalam bukunya Hooked, juga berpendapat bahwa metode ini kurang efektif jika digunakan sebagai strategi jangka panjang, karena konsumen pada akhirnya dapat menyadari pola tersebut dan kehilangan kepercayaan terhadap merek atau bisnis Anda.

Referensi

  • Sean Ellis, Morgan Brown - Hacking Growth: How Today's Fastest-Growing Companies Drive Breakout Success -Books.google.co.id/

  • Nir Eyal.(2014). Hooked: How to Build Habbit-Forming Products. Googe Book

  • Daniel Kahneman.(2011).Thinking, Fast and Slow Googe Book